Pernyataan Sikap DDRN: Presiden Harus Jamin Hak Privasi Warga Sekarang Juga!

Jakarta, 10 November 2025 - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia berkolaborasi dengan Forum Alumni Perhimpunan Informasi Mahasiswa Indonesia (FA PPMI) dan UNESCO telah mengadakan gelar wicara di Kampus Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Barat, pada Senin (10/11). Kegiatan ini menggaet Lembaga Informasi Mahasiswa UKRIDA, Forum Informasi Mahasiswa Jabodetabeka (FPMJ), dan FA PPMI untuk berdiskusi dengan tajuk “Tantangan Informasi Mahasiswa Saat Ini”.

Melalui forum ini, peserta dari sejumlah organisasi mengutarakan ragam tantangan dan berbagi strategi yang mungkin bisa diupayakan. Beberapa pendapat yang mewarnai diskusi di antaranya datang dari reporter LPM Ukrida, Alexandra Gabriela, Koordinator FPMJ, Zahra Pramuningtyas, serta perwakilan FA PPMI, Eka Wahyu Pramita.

Zahra Pramuningtyas menjelaskan bahwa tugas reporter untuk terus memerhatikan isu dan situasi secara berkala. Perkembangan isu yang cepat memerlukan peran jurnalis untuk segera memverifikasi pelbagai informasi.

“Jurnalisme itu harus verifikasinya kenceng banget gitu. Bahkan, h-jam aja bisa jadi, kalau isunya cepet, ya, atau isunya sensitif itu bisa perubahan signifikan banget dan tugas jurnalis adalah untuk memverifikasi itu,” ujar Zahra.

Pernyataan serupa ikut Eka Wahyu sampaikan. Dirinya mengatakan bahwa memang seorang jurnalis sangat memerlukan proses verifikasi yang kuat sebelum menerbitkan hasil liputan mereka. Menurutnya diperlukan ketepatan dalam menulis berita selain kecepatan terbit.

“Proses verifikasi adalah kunci. Jadi, sebelum tayang, itu bener-bener dicek dulu. Enggak usah buru-buru cepet naik asalkan itu valid dan cepat gitu. Jangan sampai kita terjebak pada ‘eh, yang penting cepet naik, dulu deh. Soal konfirmasi belakangan,” sebut Eka.

Pada kesempatan yang sama, Alexandra Gabriela turut menyatakan bahwa idealisme dapat dilihat dari lingkungan dan situasi sekitar terlebih dahulu sehingga bentuk pemberitaan akan sesuai dengan keadaan.

“(Idealisme) bisa diukur dari situasi kampus tersebut bagaimana, apakah mendukung idealisme atau dari kritisisme itu sendiri, sehingga dari kita melihat keadaan tersebut, kita juga bisa menyimpulkan idealisme yang diamini sendiri” ungkap Alex.

Tidak sampai di situ, Zahra juga menambahkan pembelajaran penting yang ia dapat dari pengalamannya bergelut di dunia pers mahasiswa. Pembelajaran kerja-kerja jurnalistik yang lebih sering belajar secara tidak formal ternyata mampu membuktikan bahwa pers mahasiswa dapat bersaing secara profesional.

“Aku belajar di persma itu kerja kerasnya. Dalam artian disiplin, kerja keras, dan pencerdasan. Karena menghadapi disrupsi informasi ini kadang membuat brain rot, pusing sendiri. Nah, di persma itu dari awal tuh udah digembleng banget,” tambah Zahra.

Eka juga menyetujui poin kerja keras yang disampaikan oleh Zahra. Namun, ia menyebutkan pula bahwa selama berdinamika di dunia pers–baik selama mahasiswa dan profesional–ia bekembang menjadi lebih berpikiran terbuka dan tidak mudah menghakimi orang lain.

“Karena hampir setiap hari ketemu isu yang berbeda, ketemu orang yang berbeda dengan layer dunianya masing-masing. Nggak bisa kita kemudian menghakimi dia salah, dia benar gitu, ya,” saut Eka.

Pada akhir sesi gelar wicara, seluruh pembicara panel bersama perwakilan AJI Indonesia dan Civitas UKRIDA berfoto bersama sebagai penanda selesainya kegiatan gelar wicara pagi hari itu.

 

Narahubung:

 

Thoriq Ghozali

 

thoriq@ajiindonesia.or.id